A. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat-alat kandungan. (Depkes RI , 2004)
Masa nifas adalah waktu yang dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil(Prawirohardjo, 2002)
Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu (Abdul Bahri.S dkk, 2002)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa post partum adalah masa setelah plasenta lahir sampai kembalinya alat-alat kandungan biasanya berlangsung selama 6 minggu.
B. Perubahan fisiologis
Setelah menjalani proses persalinan setiap ibu akan mengalami proses perubahan baik fisik maupun psikologi. Hal ini adalah normal terjadi pada setiap ibu post partum. Menurut Jensen dkk (1995) perubahan fisiologis yang terjadi adalah sebagai berikut :
1. Uterus
Uterus akan kembali kekeadaan sebelum lahir (involusi), proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar, pada akhir tahap ketiga persalinan, garis tengah uterus kira-kira berada 2 cm di bawah umbilicus, pada saat ini berat uterus kira kira 1000 gr, dalam waktu 12 jam tinggi fundus uteri kurang lebih 1 cm di atas umbilicus, selanjutnya fundus uteri akan turun kira-kira 1 sampai 2cm setiap 24 jam, pada hari ke 6 post partum tinggi fundus uteri berada di pertengahan umbilicus dan simpisis pubis, pada hari ke 9 post partum uterus tidak bisa dipalpasi. Berat uterus menjadi 500 gr pada minggu pertama kemudian turun menjadi 350 gr pada minggu ke dua, dan pada minggu ke enam beratnya menjadi 50-60 gr, konteraksi uterus akan meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir dan akan menimbulkan rasa nyeri pada daerah abdomen, atau yang biasa disebut after pain.
2. Lokhea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir sering disebut lokhea, mula-mula berwarna merah kemudian berubah menjadi merah tua dan coklat.
Macam-macam lokhea
a. Lokhea rubra : warna merah muda, aliran menyembur, berlangsung 3 sampai 4 hari post partum.
b. Lokhea serosa : terdiri dari darah lama berwarna merah tua atau coklat, biasanya berlangsung dari hari ke 3 sampai hari ke 10 setelah bayi lahir.
c. Lokhea alba : warna cairan putih atau kuning terjadi selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir.
3. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pasca partum serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
4. Vagina dan perineum
Mukosa pada vagina akan menipis dan rugae akan menghilang, vagina yang terenggang akan kembali ke ukuran semula secara bertahap dalam 6 sampai 8 minggu post partum, rugae akan kembali terlihat pada minggu ke-4. Perineum tampak oedem setelah melahirkan, umumnya akan terlihat hemoroid, bisa ditemukan episotomi atau laserasi.
5. Sistim endokrin
Penurunan signifikan hormone placental laktogen, estrogen dan kortisol akan memberikan efek penurunan gula darah secara bermakna, kadar estrogen dan progesterone akan mengakibatkan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstrasel yang terakumulasi pada masa kehamilan.
6. Abdomen
Abdomen tampak lunak dan mengendur selama beberapa waktu setelah melahirkan. Diperlukan waktu sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali kekeadaan sebelum hamil.
7. Sistem urinarius
Kadar steroid yang tinggi pada saat hamil akan menurun setelah melahirkan akan menyebabkan penurunan fungs ginjal, fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan.
8. Sistem pencernaan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, buang air besar secara spontan akan tertunda selama 3 hari setelah melahirkan hal ini di sebabkan karena tonus otot menurun.
9. Payudara
Pada hari ketiga postpartum akan terjadi pembengkakan. payudara akan tegang keras, hangat, dan nyeri bila ditekan setelah laktasi di mulai, rasa nyer akan menetap selama 48 jam.
10. Sistem kardiovaskular
Volume darah biasanya turun sampai mencapai volume sebelum lahir, segera setelah lahir denyut jantung akan meningkat selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasa melintasi sirkuit uteroplasma tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Peningkatan kecil sementara baik peningkatan systole maupun diastole.
11. Sistem neurologi
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan.
12. Sistem musculoskeletal
Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai kedelapan setelah wanita melahirkan.
13. Sistem integumen
Hiperpigmentasi pada areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir, kulit yang merenggang di daerah payudara, abdomen, paha, dan pangul mungkin memudar namun tidak hilang seluruhnya.
14. Sistem kekebalan
Kekebalan ibu untuk mendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan.
C. Perubahan psikologis
Menurut beberapa penelitian, menerima peran sebagai orang tua adalah suatu proses yang terjadi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap I : ketergantungan. Bagi beberapa ibu baru tahap ini hari ke 1 dan ke 2 setelah melahirkan. Fase ini “ taking-in” ( menerima) (Rubin, 1961), waktu dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan.
2. Tahap 2 : ketergantungan dan tidak ketergantungan. Tahap kedua mulai pada sekitar hari ke 3 setelah melahirkan dan berakhir pada minggu ke 4 sampai ke 5. Rubin menyebutkan fase “taking hold”. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga dapat beristirahat dengan baik.
3. Tahap 3 : periode Letting-go. Periode ini umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah, ini melibatkan waktu reorganisasi kelurga. Ibu menerima tanggung jawab untuk perawatan bayi baru lahir, harus beradaptasi terhadap kebutuhan ketergantungan bayinya dan beradaptasi terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan interaksi social. Depresi pasca partum paling umum terjadi selama periode ini.
4. Tahap 4 : depresi pasca partum. Banyak ibu mengalami “ kekecewaan” setelah melahirkan berhubungan dengan hebatnya pengalaman melahirkan dan keraguan akan kemampuan untuk mengatasi kebutuhan membesarkan anak secara efektif. Biasanya depresi ini ringan dan sementara yang dimulai 2 sampai 3 hari setelah melahirkan dan selesai dalam 1 sampai 2 minggu. Jarang terjadi secara relative depresi ringan dapat mengarah kepada psikosis paska partum, kondisi patologis.
D. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis operatif
a. Persetujuan atau informed consent
b. Cairan intravena sesuai indikasi
c. Tes laboratorium/diagnostic sesuai dengan indikasi seperti pemeriksaan denyut jantung janin dan pemeriksaan USG.
d. Pemberian oksitosin sesuai dengan indikasi
e. Persiapan kulit pembedahan abdomen
f. Pemasangan kateter foley
2. Penatalaksanaan perawatan post operasi seksio sesaria
Perawatan post operasi seksio sesaria dimulai sejak kala III dengan menghindari adanya kemungkinan perdarahan post operasi seksio cesaria dan infeksi yaitu :
a. Observasi adanya perdarahan pervagina 1-2 jam post operasi seksio sesaria
b. Setelah post operasi tidur terlentang lamanya 6 jam, untuk mencegah perdarahan
c. Sesudah 6 jam mobilisasi miring kanan dan kiri untuk mempercepat fasilitas usus
d. Perawatan kateter
e. Bila ada nyeri diberi analgesik sesuai program
f. Sebelum klien pulang diberi penyuluhan tentang :
1) Cara perawatan bayi diantaranya memandikan, cara meawat tali pusat dan cara menyusui yang baik dan benar
2) Keluarga berencana
3) Kontrol satu minggu setelah pulang untuk perawatan luka operasinya
4) Hindari koitus duektus selama 4-6 minggu atau sesuai petunjuk dokter
5) Hindari mengangkat apapun yang lebih berat dari pada bayi selama 4-6 minggu post operasi
E. Konsep dasar seksio cesaria
1. Pengertian
Seksio sesaria adalah alternatif dari kelahiran vagina bila keamanan ibu dan/atau janin terganggu (Marilynn. E. Doenges, 2002)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim(Arif Mansjoer, 2002)
Sectio cesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gram (Mitayani, 2009)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sektio sesaria adalah suatu tindakan pembedahan obstetric yang merupakan alternaif dari kelahiran vagina jika keadaan ibu atau janin tergangu, dengan cara insisi pada dinding perut dan dinding rahim.
2. Klasifikasi jenis seksio cesaria
Menurut (Muchtar, 1998) jenis- jenis section cesaria terdiri dari :
a. Sectio caesaria transperitonealis
Sectio cesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri sedangkan sectio cesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim.
b. Sectio cesaria ekstraperitoneali
Tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.
c. Sectio cesaria klasik (corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
d. Sectio cesaria ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
3. Indikasi
Pada umumnya seksio cesaria digunakan bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu dan keduanya. Padahal persalinan pervaginam tidak mungkin diselesaikan dengan aman. Dua indikasi ibu untuk melakukan seksio sesaria antara lain panggul sempit, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruktif, stenosis serviks/vagina, plasenta previa, diproporsio defalopelvic dan rupture uteri membakat, sedangkan indikasi dari janin : kelainan letak, gawat janin serta bayi besar.
4. Komplikasi
a. Pada ibu
Komplikasi-komplikasi yang biasa timbul ialah sebagai berikut:
1) Infeksi puerperal. Kompikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berat apabila peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperative terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu. ( partus lama khususnya setelah ketuban pecah dini, tindakan vaginal sebelumnya).
2) Perdarahan. Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteri uterine ikut terbuka, atau karena atonia uteri
b. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan seksio cesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan seksio cesaria. Menurut statistic di negara dengan pengawasan natenatal dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca seksio cesaria berkisar antara 4% sampai 7%.
F. Konsep dasar presentasi bokong
1. Pengertian
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian terrendahnya bokong, kaki, atau keduanya (Prawiroharjo, 2000)
Kehamilan letak sungsang yaitu janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong bagian bawah kavum uteri (Prawiroharjo, Sarwono 1999).
Kehamilan sungsang atau posisi sungsang adalah posisi dimana bayi di dalam rahim berada dengan kepala di atas sehingga pada saat persalinan normal, pantat atau kaki si bayi yang akan keluar terlebih dahulu dibandingkan dengan kepala pada posisi normal (Wikipedia indonesia )
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa posisi sungsang adalah posisi dimana bayi dalam rahim berada dengan posisi kepala diaatas, sedangkan bagian terendahnya adalah bokong atau kaki.
2. Klasifikasi
Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH letak bokong terdiri atas :
Letak bokong murni (Fank Breech)
Letak bokong dengan kedua tunkai terangkat keatas
Letak sungsang sempurna (Campliete Breech)
Letak bokong dimana kaki ada disamping bokong (Letak bokong sempurna atau lipat kijang).Letak sungsang sempurna (Incomplite Breech)
Letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki atau lutut, terdiri dari :
a. Kedua kaki : letak kaki sempurna (24%)
Satu kaki : letak kaki tidak sempurna
b. Kedua lutut : letak lutut sempurna (1%)
Satu lutut : letak lutut tidak sempurna
3. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu. Sebagian dari mereka berada dalam posisi sungsang.
Persalinan sungsang tidak menyebabkan bahaya bagi ibu tetapi menimbulkan hal yang serius bagi bayinya. Kematian bayi pada persalinan sungsang 4 kali lebih besar daripada persalinan biasa. Pelepasan plasenta dapat terjadi pada kala II akibat tarikan dari tali pusat. Setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dapat terjadi tekanan pada kepala pada tali pusat dan ini akan menyebabkan hipoksia janin. Bahaya lain adalah fraktur, ruptur organ abdomen dan banyak bahaya untuk otot syaraf.
4. Tanda dan gejala
a. Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.
b. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.
c. Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang budar dan lunak.
d. Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.
G. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan post operasi seksio cesaria menurut Doenges (2002) adalah sebagai berikut :
a. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
b. Integritas ego : dapat menunjukan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan/atau refleksi negative pada kemampuan sebagai wanita.
Dapat menunjukan labilitas emosional dan kegembiraan sampai ketakutan, marah, atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran. Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
c. Eliminasi
Kateter urinarius indwelling mungkin terpasang : urin jernih pucat. Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
d. Makanan/cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada awal.
e. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
Nyeri atau ketidaknyamanan, mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misal : trauma bedah/insisi, nyeri tekan penyerta, distensi kandung kemih/abdomen, efek-efek anastesia.
f. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vaskuler
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak
i. Pemeriksaan diagnostic
Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (HB/HT) : mengkaji perubahan kadar praoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan, urinalisis : kultur urin, darah, vaginal dan lokhea : pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual.
2. Diagnosa keperawatan
a. Proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan anggota keluarga
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anastesia, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
c. Ansietas berhubungan dengan konsistensi ancaman pada konsep diri, kebutuhan tidak terpenuhi.
d. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
e. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan efek-efek anastesia, trauma jaringan.
f. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan Hb, prosedur invasive, pecah ketuban lama.
g. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
i. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma mekanisme, efek-efek hormonal, efek-efek anastesi
j. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anastesia, penurunan kelemahan dan ketahanan ketidaknyamanan fisik.
3. Perencanaan
a. Proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan anggota keluarga
Kriteria evaluasi : menggendong bayi, bila kondisi dan neonates memungkinkan, mendemonstrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat
Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir
2) Berikan kesempatan ayah/pasangan untuk menyentuh dan menggendong bayi
3) Observasi dan catat interaksi keluarga bayi
4) Berikan kesempatan pada orangtua untuk mengungkapkan perasaan-perasaan yang negative dari mereka dan bayi
5) Anjurkan dan bantu dalam menyusui
6) Berikan informasi, sesuai kebutuhan tentang keamanan dan kondisi bayi
7) Beri tahu anggota tim perawatan kesehatan yang tepat tentang observasi sesuai indikasi
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anastesia, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Kriteria evaluasi : klien mengungkapkan hilangnya atau berkurangnya nyeri, tampak rileks, mampu tidur. istirahat dengan tepat (klien dapat meminimalkan/mengontrol nyeri)
Intervensi :
1) Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan, perhatikan (syarat verbal dan non verbal seperti meringis, kaku dan gerakan melindungi/terbatas)
2) Berikan informasi ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat
3) Evaluasi tekanan darah dan nadi, perhatikan perubahan perilaku
4) Ubah posisi klien, anjurkan penggunaan tehnik relaksasi dan distraksi
5) Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya karakteristik nyeri perhatikan infus oksitosin post operasi
6) Palpasi kandung kemih, perhatikan distensi kandung kemih
7) Berikan analgesic 3-4 jam perinfus/intramuskuler
8) Tinjau ulang penggunaan analgesic yang dikontrol pasien sesuai indikasi
c. Ansietas berhubungan dengan konsistensi ancaman pada konsep diri, kebutuhan tidak terpenuhi.
Kriteria evaluasi : mengungkapkan bahwa ansietas sudah menurun, mengungkapkan kesadaran dari perasaan ansietas, tampak rileks dan tidur tenang.
Intervensi :
1) Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan
2) Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber masalah
3) Bantu klien/pasangan dan mengidentifikasi mekanisme koping yang lazim dan perkembangan strategi koping
4) Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi
5) Mulai kontak antara klien/pasangan dengan bayi segera mungkin
d. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
Kriteria Hsail : klien mampu mendiskusikan masalah berhubungan dengan peran dalam dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran dan klien atau pasangan dan mampu mengekspresikan harapan dirir yang positive.
Intervensi :
1) Tentukan respon emosional klien atau pansangan terhadapn kelahiran SC
2) Tinjau ulang partipasi klien/pasangan dan peran dalam pengalaman kelahiran
3) Beritahukan klien tentang hampir samanya antara kelahiran SC dan kelahiran melalui vagina
e. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan efek-efek anastesia, trauma jaringan.
Kriteria evaluasi : dapat memperagakan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor resiko atau bebas perlindungan diri, bebas dari komplikasi.
Intervensi :
1) Tinjauan ulang catatan prenatal dan intrapartal faktor-faktor mempredisposisikan
2) Catat kadar Hb dan kehilangan darah operatif
3) Pantau tekanan darah, nadi, suhu dan keadaan kulit
4) Inspeksi balutan terhadap perdarahan berlebihan
5) Perhatikan karakteristik dan jumlah aliran lokhea dan konsistensi fundus
6) Pantau masukan cairan dan keluaran urin
7) Ajarkan untuk ambulasi dini dan latihan
8) Gantikan kehilangna cairan secara intra vena sesuai program
9) Pantau Hb/Ht pasca operasi dan tingkatan oksitosin bila uterus relaksasi atau lokhea berat.
f. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan Hb, prosedur invasive, pecah ketuban lama.
Kriteria evaluasi : mendokumentasikan tekhnik-tekhnik untuk menurunkan resiko atau meningkatkan penyembuhan, menunjukan lunak bebas dari purulen dengan tanda awal penyembuhan, uterus lunak/tidak adanya nyeri tekan, lokhea normal, bebas dari infeksi, tidak demam dan urine jernih kuning pucat.
Intervensi :
1) Tinjauan ulang Hb/Ht prenatal
2) Kaji luka insisi, bersihkan luka dan ganti balutan
3) Kaji status nutrisi, beri diet TKTP, vit C dan zat besi
4) Kaji lokasi dan kontraksi uterus
5) Kaji suhu, nadi, jumlah sel darah putih
6) Perhatikan jumlah dan bau khas lokhea
7) Catatan frekuensi/jumlah karakteristik urin
8) Berikan perawatan perineal, kateter dan infus
9) Berikan aktifitas khusus untuk proses infeksi
g. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
Kriteria evaluasi : dibuktikan adanya bising usus aktif dan keluarnya flatus
Intervensi :
1) Auskultasi terhadap adanya bising usus
2) Palpasi abdomen, perhatikan distensi/ketidaknyamanan
3) Anjurkan cairan oral adekuat (minimal6-8 gelas/hari)
4) Tingkatkan ambulasi dini
5) Identifikasi aktifitas-aktifitas klien utnk merangsang kerja usus
6) Berikan analgesic 30 menit sebelum ambulasi
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
Kriteria evaluasi : mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis kebutuhan-kebutuhan individu, melakukan aktifitas yang perlu dengan benar dan penjelasan alasan untuk tindakan.
Intervensi :
1) Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
2) Berikan rencana penyuluhan tekhnis
3) Kaji keadaan fisik klien
4) Perhatikan status psikologis dan respon terhadap kelahiran dan peran menjadi ibu
5) Berikan informasi yang berhubungan dengan perubahan fisiologis dan psikologis klien
6) Tinjau ulang kebutuhan perawatan diri dan perawatan bayi
7) Demonstrasikan tekhnik-tekhnik perawatan diri, bayi, payudara, dll
8) Kuatkan informasi yang berhubungan dengan pemeriksaan pascaoperasi lanjutan
i. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma mekanisme, efek-efek hormonal, efek-efek anastesi
Kriteria evaluasi : mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah pengangkatan kateter, mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih.
Intervensi :
1) Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsistensi drainase urin
2) Tes urin terhadap albumin dan aseton
3) Berikan cairan peroral (misal : 6-8 gelas per hari)
4) Palpasi kandung kemih pantau tingi fundus uteri
5) Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (misal : warna keruh, bau busuk, sensasi terbakar atau frekuensi) setelah pengangkatan kateter
6) Lepaskan kateter sesuai indikasi
j. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anastesia, penurunan kelemahan dan ketahanan ketidaknyamanan fisik.
Kriteria evaluasi : mendemonstrasikan tekhnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri, mengidentifikasi sumber yang tersedia, kebutuhan klien terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji status psikologis klien
2) Ubah posisi klien 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi dan latihan kaki
3) Berikan bantuan dengan melibatkan keluarga sesuai kebutuhan dengan mandiri (misal : perawatan mulut, mandi, gosok punggung dan perawatan perineal).
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan semua tindakan mandiri yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang diharapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi.
Dalam pelaksanaan tindakan langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali kadaaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting di dalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip objektifitas, reliabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.
Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan pada akhir asuhan keperawatan.
No comments:
Post a Comment